furnizing.com - 30/09/2019
Bangunan di Bekasi ini memiliki nama yang unik yaitu The Equalizer. Tentunya nama yang tidak asing bagi kalian yang menyukai hal-hal berbau musik. Sebuah arsitektur metafora dengan konsep ritme di dalam kehidupan kita. Irama menjadi kata kunci dalam mendesain bangunan ini dengan tiga fungsi utama yaitu rumah produksi, studio music, dan studio balet.
Sang arsitek pun mencoba mencari benang merah di antara ketiga aktivitas tersebut dan mendapatkan ide irama tersebut. Ide ini pun diterjemahkan menjadi bentukan equalizer sebagai representasi sebagai irama. Naik turunnya equalizer tentunya menunjukkan irama yang tidak lepas dari kegiatan seni seperti film, music, dan tarian balet. Sehingga bentukan bangunan terlihat seperti irama yang menaungi segala aktivitasnya.
Bangunan ini dibagi menjadi dua bagian massa, dimana massa yang pertama memiliki proporsi yang lebih tinggi sedangkan massa yang kedua memiliki proporsi menonjol ke depan. Hal tersebut merupakan simbolik dari konduktor dimana tangannya bergerak mengaransemen irama. Ruang diantara kedua massa digunakan sebagai akses dan menjadi bentukan koridor berbentuk T yang membuat sirkulasi silang terbagi menjadi tiga arah baik dari angin maupun cahaya yang masuk dan keluar.
Bentuk dari massa kotakan juga disesuaikan dengan tipe strukturnya yang memberikan biaya yang efisien selama proses konstruksinya. Penggunaan kaca pada bangunan ini sangat diminimalkan. Tentu saja hal itu dikarenakan fungsi utama dari studio music dan film yang membutuhkan ruang yang kedap. Kaca hanya akan mengoptimalkan suara dalam bangunan sehingga suara dari dalam tidak terdengar di luar. Pada bagian fasad bangunan, area bermaterial kaca diletakkan. Tidak hanya mengoptimalkan suara, namun juga digunakan sebagai penghalang sinar matahari dari barat yang merupakan bagian depan bangunan.
Untuk Struktur bangunannya, didesain dengan struktu yang tipikal ataupun sama seperti pada umumnya. Hal ini dilakukan untuk memberikan hasil yang efisien baik dari biaya maupun strukturnya sendiri. Adapun konsep dari bangunan ini seperti memberikan ruang komunal sebagai area yang menarik perhatian pengunjung dan sebagai ruang terbuka hijau di setiap lantai.
Pada lantai pertama bangunan terdapat kafe kecil yang dilengkapi dengan kolam ikan sebagai penyejuk udara di koridor utama bangunan. Adapun area parkir dan dinding pembatas yang didesain dengan elemen penghijauan sehingga mebuat iklim mikro pada bangunan lebih dingin. Dinding pada area koridor dibuat dari stucco pelondans, sehingga memberikan impresi sejuk pada bangunan.
Metafora dari equalizer digunakan pada berbagai bentuk elemen di bangunan, seperti symbol utama yang diletakkan pada fasadnya. Bata diberikan garis tegas dan juga ditonjolkan sehingga membentuk sebuah gambaran irama. Tidak lupa juga pada bagian lainnya seperti bentuk lampu pada langit-langit, pegangan pintu, hiasan dinding, langit-langit ruang balet yang menyerupai bentukan equalizer.
Arsitektur hijau pun tidak lepas pada bangunan ini. Selain dari adanya cross ventilation dan penghijauan, sang arsitek juga mendesain 85% bagian luar pada lantai dasar menjadi area tanah yang digunakan sebagai lahan parkir. Area ini dilengkapi dengan rerumputan dan blok rumput sehingga dapat menyerap air hujan ke dalam tanah. Bahkan blok rumputnya pun disusun unik seperti bentukan ritme irama.
Article Link : http://furnizing.com/article/the-equalizer