archify.com - 13/11/2017
Apa yang Anda pikirkan saat pertama kali mendengar kantor partai politik? Bagi Delution, kantor politik khususnya di Indonesia memiliki kesan yang kaku, tertutup, tidak bersahabat, dan membentengi diri dari lingkungan masyarakat. Mungkin konflik yang sering terjadi baik di internal ataupun eksternal partai serta demo masyarakat menjadi alasan utama kantor partai terkesan seperti benteng dan tertutup. Padahal, secara filosofis hal tersebut sangat bertentangan dengan nyawa sebuah partai politik dan konstituennya yang merupakan masyarakat itu sendiri. Partai Golkar DPD DKI Jakarta, selaku pemilik proyek dan salah satu partai tertua di Indonesia berniat untuk melakukan suatu revolusi untuk menjadi partai yang lebih modern, transparan, kolaboratif, dan terbuka sehingga dapat menarik perhatian generasi muda yang tertarik dengan dunia politik untuk bisa berpraktik secara langsung. Tentunya semua visi itu harus sejalan dengan bangunan kantornya yang merupakan wadah utama aktivitas serta “wajah peradaban” dari partai politik ini.
Kondisi existing terdiri dari 2 bangunan yang salah satu bangunannya berfungsi sebagai kantor dan bangunan lainnya menyisakan tulang dan beton seperti bangunan yang setengah jadi. Arsitek harus melakukan suatu perubahan dengan budget seminimal mungkin. Hal ini dikarenakan dana partai berasal dari kolektivitas para anggotanya. Penyelesaian renovasi ini pun dilakukan secepat mungkin untuk mengejar momen pemilihan Gubernur Jakarta agar masyarakat bisa menyaksikan perhitungan suara bersama dengan Gubernur yang diusung oleh partai Golkar di bangunan ini. Arsitek mengusung tema utama “Revolusi” pada restorasi agar bangunan baru tidak hanya sebagai benda mati, namun juga dapat merevolusi perilaku serta mental dari anggota partai serta masyarakat selaku pengguna dari bangunan ini. Konsep Revolusi terdiri dari 4 nilai utama sebagai dasar dari revolusi perilaku yang diterapkan dalam implementasi arsitektur bangunannya. Keempat nilai tersebut adalah Open and Transparency, Green Reviving, Collaborative & Community Hub, serta Raising the Nationalism.
Nilai pertama, Open and Transparency, bukan bentuk arsitektur yang hanya terbuka, namun juga akan mengubah perilaku pengguna bangunannya. Salah satu bentuknya adalah konsep tanpa pagar yang menunjukkan keterbukaan diri partai ke masyarakat. Konsep ini bertujuan untuk mengubah pandangan masyarakat bahwa partai tidak menutup diri dan terkesan eksklusif. Seluruh lantai 1 dari bangunan 3 lantai dijadikan fasilitas umum yang dapat dimasuki oleh masyarakat umum. Ini juga tentunya dapat membantu menjawab masalah di Jakarta yang kurang dengan area terbuka hijau untuk bermain dan bersosialisasi. Fasilitas tersebut dilengkapi oleh lapangan umum, masjid, amfiteater, kebun urban farming, perpustakaan, serta fasilitas komersial seperti toko bunga, toko kreatif, bakery, minimart, serta café sebagai fasilitas penunjang ekonomi.
Lantai 2 dan 3 terisi oleh ruang-ruang kantor yang dikelilingi dengan kaca transparan sehingga tidak ada lagi ruang untuk melakukan diskusi tertutup dan tersembunyi seperti anggota partai pada umumnya. Konseptransparency ini melatih sekaligus merevolusi perilaku anggota partai politik yang umumnya bersifat tertutup menjadi lebih terbuka dan tidak ada yang perlu disembunyikan satu sama lain.
Nilai Kedua adalah Green Reviving yang berupa solusi membungkus tulang bangunan lama dengan tanaman. Solusi ini dirasa paling efisien baik dari biaya, waktu, serta menghasilkan satu wajah serta iklim arsitektur yang lebih baik dan modern. Cara ini bisa dilakukan tanpa mengubah tulang bangunan lama sehingga pekerjaan bisa lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Kesan “Hidup kembali” dari bangunan sebelumnya yang terlihat mati tanpa jiwa memberikan filosofi semangat baru untuk membangun kembali seperti sifat tanaman yang terus tumbuh tanpa batas.
Konsep hijau tentunya tidak hanya dari tanaman, namun juga memperhatikan aspek hemat energi. Setiap ruang di bangunan ini ditata agar kaya akan sinar matahari dan udara sehingga penggunaan AC berkurang. Bangunan existing yang sebelumnya masif juga dibuat dengan layout koridor terbuka sehingga 75% dari luas bangunan menjadi area terbuka mulai dari area kantor hingga area publiknya.
Konsep Green Reviving membuat suasana mikro di lahan ini menjadi terasa lebih sejuk dan dingin dan tentunya secara tidak langsung merevolusi perilaku masyarakat serta anggota partai di Indonesia yang umumnya sering tidak menghargai tanaman dan taman. Bangunan yang menjadi indah karena tanaman tentunya membuat orang-orang yang menggunakan bangunan ini juga lebih menjaga tanaman itu sendiri.
Nilai ketiga adalah Collaborative & Community Hub dengan tujuan agar Golkar DKI Jakarta bisa menunjukkan kepada masyarakat bahwa kolaborasi adalah satu solusi terkuat atas masalah-masalah yang sedang dihadapi bangsa ini. Sudah bukan waktunya lagi bergerak sendiri-sendiri. Bersatu padu, gotong royong dan bekerja sama adalah wajib di era keterbukaan informasi dan media. Menjawab hal ini, maka bangunan didesain tanpa ruangan yang bersifat milik pribadi dan individual seperti “Ruang Ketua” atau “Ruang Sekretaris”.
Semua ruangan adalah milik bersama, dapat digunakan bersama, dan selalu terbuka untuk siapa pun yang menjadi kader Golkar. Hal ini tentunya sangat mengubah perilaku petinggi partai/organisasi yang umumnya memberi kesan eksklusif pada dirinya karena jabatan yang ia emban dan sering kali memberi jarak antara pimpinan dan anggota.
Community Hub diterapkan dengan membuka fasilitas di lantai 1 menjadi wadah aktivitas kebersamaan antara warga dan komunitas-komunitas di Jakarta yang berjumlah ribuan. Aktivitas itu ditampung dengan menghadirkan amfiteater yang sewaktu-waktu bisa menjadi area untuk seminar kecil, dan acara komunitas serupa lainnya seperti talkshow, music performance, art performance, exhibition, dan lainnya. Selain amfiteater, taman tengah juga dapat digunakan untuk berbagai acara masyarakat, mulai dari acara pertemuan, diskusi warga, taman bermain anak, hingga menjadi venue pernikahan dengan konsep outdoor party.
Nilai yang terakhir sekaligus nilai ke-4 adalah Raising the Nationalism untuk menumbuhkan kembali semangat nasionalisme setiap anggota, simpatisan, serta masyarakat yang datang ke kantor Golkar ini. Semangat nasionalisme itu diterapkan dalam bentuk nama setiap ruangan yang menggunakan simbol-simbol kebangsaan seperti Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, Sumpah Pemuda, Proklamasi, Indonesia Raya, serta nama-nama presiden yang pernah menjabat di Indonesia mulai dari Soekarno hingga Joko Widodo. Hal ini diterapkan agar dalam hari-hari mereka menjalankan aktivitas, mereka bisa memanggil ruang-ruang tersebut dengan sebutan simbol kebangsaan. Penamaan ruang menjadi sebuah kampanye untuk kembali menyadarkan nilai-nilai kebangsaan yang secara perlahan mulai hilang di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Selain 4 nilai utama sebagai implementasi dari konsep revolusi di atas, arsitek juga menerapkan penggunaan material yang sifatnya unfinished, namun dibentuk dan dikemas secara estetis. Selain dapat menghemat biaya, juga dapat mempersingkat waktu pekerjaannya sehingga menjadi win-win solution antara tampilan, biaya dan waktu.
Arsitek juga banyak menerapkan wayfinding melalui signage pada setiap lantai, ruang dan area-areanya agar bangunan ini lebih ramah informasi kepada para pengguna.
Article Link : https://www.bluprin.com/photo/detail/18810